Dosen Bertanya Mahaiswa Menjawab

Universitas adalah lahan kekayaan pengetahuan. Di universitaslah lahir seorang pemikir,pengukir, dan pencipta berbasis intelektual akademisi. Universitas melahirkan sarjana yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan, bukan mencari-cari pekerjaan, sehingga mejadi orang gajian seumur hidup. Di perguruan tinggi manapun, tuntutan untuk mencari pengetahuan secara intensif lebih ditekankan, dibandingkan dengan mencari pengetahuan mendengar dan menerima saja dari dosen. Hal tersebut sudah lumrah dilakukan oleh mahasiswa di perguruan tinggi. Fungsi seorang dosen adalah untuk mengarahkan mahasiwa dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pendidikan, serta mampu mengilhami mahasiwa dalam menangkap materi yang disampaikan. Sesuai dengan fungsinya, maka mahasiswa dituntut untuk belajar secara efektif dan efesien. Jika dilihat dari kecerdasan berpikir, antara dosen dan mahasiswa, tentu memiliki perbedaan yang sangat mendalam. Beberapa mahasiswa memberikan argument tetang bagaimana kecerdasan seorang dosen, tidak dapat diukur dengan kemapuan mahasiswa, apalagi jika mahasiswa tersebut hanya pendengar yang aktif didalam ruangan. Dari pertanyaan tersebut, penulis dapat menganalisis dari sudut pandang yang berbeda.
Dosen merupakan orang pertama mengajak, membimbing, mengarahkan, serta memberi motivasi yang lebih kepada mahasiswa ketika di dalam ruangan. Bagaimana dengan mahasiswa? Apakah mahasiswa di universitas layak dikatakan sebagai pendengar atau seorang intelektual yang benar-benar meyakini sistem yang ada di perguruan tinggi? Atau hanya sebatas 4 D ( datang, duduk, dengar, dan diam? Bagaimana jika terjadi sebaliknya? Dosen hanya memberikan materi kepada mahasiswa ala kadarnya, tanpa mempertimbangkan empat Benefits yaitu: Intelectual Benefits, Practical Benefits, Emotional Benefits, dan Spritual Benefits. Jika kempat komponen tersebut tidak didapatkan oleh mahasiswa, maka dosen dinilai gagal untuk mengilhami mahasiswa sesuai dengan fungsinya. Apakah pantas kita menyalahkan orang lain atas kegagalan kita?
“ Dosen Bertanya Mahasiswa Menjawab” realitanya di tingkat Universitas, banyak terjadi kesalahpahaman antara dosen dan mahasiswa. Baik dari segi pemahaman yang berbeda, maupun dari segi sistem materi yang diajarkan sering sekali tidak sesuai kurikulum yang diterapkan. sehingga muncul idealisme yang berbeda yang megeluarkan pemikiran yang tidak kritis dikalangan kampus. Karena ada beberapa mahasiwa yang benar-benar menanggapi apa yang disampaikan dosen, kemudian mengkritisi jika pemahamanya mulai berbeda. Dengan hal demikian, sering terjadi konflik di dalam ruangan, karena perdebatan tersebut memancing mahasiswa bertanya kepada dosen, pasalnya malah sebaliknya. Dosen kembali menanyakan kepada mahasiswa?
Dalam hal itu, apakah kita mengaggap bahwa pengajar kurang berwawasan? Tentu anggapan itu sangat salah dan cenderung mematikan karakter sesorang. Sikap dan kesopanan dalam pembelajaran tentu lebih ditekankan, dibandigkan banyak pegetahuan tapi tidak disetarakan dengan ahlaktul Karimah. Dalam proses pendidikan tidak ada istilah ‘kekuasaan” menurut Weeber kekuasaan di artikan kemampuan untuk mendorong agar semua perintah ditaati oleh individu (Etizon). Tapi sebaliknya, untuk pembenahan pendidikan setingkat Universitas harus segera diimplementasikan. Menciptakan manusia-manusia yang inovatif, kompeten, the magic of thinking big, serta menguatkan kesadaran sosial dalam mencapai esensi pendidikan dan tujuan pembangunan bangsa ( Jakob Siringorono:2010) semoga dalam waktu yang dekat, selain sebagai mahasiwa Agent of Change , juga dituntut untuk menjaga relasi dengan dosen secara baik. Tidak memandang kecerdasanya, melainkan dari ketulusannya. Dan menjauhkan mahsiswa dari sikaf Arogan yang dinilai tidak memiliki edealisme ke arah yang demokrasi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar