DARI HUTAN KE GEDUNG DEWAN

“ Dari Hutan Ke gedung Dewan”

Terik matahari tidak membuatku merasa lelah mencari tahu tentang laki-laki itu, sudah tiga kali aku menghubunginya, tapi ia tak pernah menyempatkan diri untuk bertemu. Tepat hari kamis 25 juni 2009 sekitar jam 12.00 aku coba mengirim pesan untuknya. Beberapa menit kemudian ia menyuruhku datang kesebuah kantor partai SIRA tepat didekat taman sari. Namun, disepanjang perjalanan menuju kekota aku sedikit merasa takut, diatas sepeda motor yang aku naiki, dan sebuah tinta hitam yang menari- nari diatas buku kecil yang berwarna biru ditanganku mencoba untuk merangkai sebuah pertanyaan. aku hadir begitu cepat. Kubuka kembali pesan yang ia kirim, hanya untuk memastikan ketepatan waktu untuk berjumpa dengannya. aku pun harus menunggu setengah jam lagi diliuar kantor yang dipenuhi sepeda motor dan beberapa mobil mewah serta sebuah stiker Partai SIRA yang ditempeli di bagian kaca belakangnya. Selang beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu yang ditarik oleh seorang wanita yang berbadan tinggi dan bertubuh besar dengan mengenakan jilbab coklat yang menutupi dadanya yang keluar dari kantor tersebut. Dengan senyumnya yang ramah, menyuruh aku masuk kedalam tanpa menanyakan maksud dan tujuanku. aku pun hanya membalasnya dengan senyuman dan mengucapkan terima kasih pada wanita itu.

Saat kumelangkah ingin memasuki kantor partai SIRA, tiba-tiba laki-laki itu keluar dari ruang rapatnya. Menjabat tanganku dengan penuh rasa hormat, dengan gayanya yang penuh bijaksana ia langsung memperkenalkan dirinya padaku. ”dawan” nama singkat yang ia sebutkan, Aku agak sedikit gugup, ku coba menghilangkan rasa takut dalam diriku dan berusaha menjadi seorang yang penuh tanggung jawab saat itu.
Setelah duduk dimeja bundaran yang terletak dilantai dua, ia mencoba memastikan bahwa aku seorang wartawan. Kuberikan surat tugas dari sumberpost dan sebuah tipe recorder yang kuletakkan tiga puluh senti meter dari hadapnnya.



”Saya sudah ditempa sejak kecil untuk menghadapi berbagai kesulitan”,ujar laki-laki itu saat aku menanyai tentang kehidupannya dalam memperjuangkan gerakan Aceh Merdeka. Dengan suara yang rendah, sambil merebahkan badannya keatas kursi. dan menatap bunga yang ada di atas meja itu. Pada tahun 1986-1989 dawan pernah berbincang-bincang dengan beberapa petinggi GAM di jakarta. Kemudian dawan kembali pada tahun 1998 ke Kota Aceh. gerakan ini sudah mulai jelas arahnya, dan mulai berkembang dibeberapa wilayah didaerah Aceh ini.

Pada tahun 2001, beberapa anggota GAM sudah mulai berpisah. Masing-masing mempunyai tugas, Faujan Ajimis menjabat sebagai panglima GAM daerah Gayo dan dawan sendiri sebagi juru bicara militer di daerah linge. Dan tugas yang diberikan kepada dawanpun untuk menyampaikan informasi kepada kawan-kawan dilapangan serta mengorganisir masyarakat yang ada diwilayahnya. Dengan adanya dukungan oleh temannya dilapangan, ketika didaerahnya sudah tidak merasa aman, ia akhirnya pergi ke Jakarta dengan menggunakan nama sandi, agar tidak diketahui oleh masyarakat tentang keberadaanya. Dengan tujuan untuk menggali kekuatan kembali. Hanya dengan komunikasi ia dapat menghubungi teman-temanya.

Pada saat ia berada ditengah-tengah hutan Bener-Meriah, ia lari ke Kota Lhoksemawe di daerah Nisam. ia ditampung oleh teman-temannya disana. iapun berada dihutan dan masuk diperdalaman yang sangat jauh dari kota, dan menurut Dawan dalam kondisi berbahaya karena saat itu tidak terdapat sinyal Hp sehingga komunikasi mereka terputus. Dawan pun terus berusaha agar tetap berhati-hati. Dengan mangikuti perjalanan yang ada dihutan nisam, ia berjumpa dengan sejumlah Tim kerjanya. siangpun telah berlalu,malam yang dingin membuat perjalanan mereka terhenti di tengah-tengah hutan. ”Tidurpun tak pernah mengalaskan tikar, hanya berbantal rumput dan terpal. Itupun hanya beberapa jam saja dapat ku nikmati” kenang Dawan. Karena proses pengejaran terhadap mereka terus dilakukan. Dari tempat ketempat ia pergi, hingga kakinya pun terkena duri tak dapat ia rasakan lagi,ia terus berlari sampai batas yang dianggap nyaman baginnya.


Disaat berbagai tantangan yang ia tempuh, laki- laki yang kelahiran di pondok sayur, 15 okteber 1971 itupun merasakan sesuatu yang belum pernah ia alami sebelumnya. Pada saat sekelompok orang tertindas atau teraniaya, disitulah timbul suatu keadailan, sama-sama merasakan sebuah penderitaan, tidak memakan sesuap nasi sudah terbiasa bagi dawan dan teman-temannya. Jikapun ada, maka dijadikan sebuah bubur untuk menikmatinya. Itulah suatu keindahan baginya. ia juga menyebutkan hal itu merupakan ”team a work” atau kerja sama tim.

Sudah beberapa bulan dawan berada dihutan Nisam. Akhirnya dawan kembali ke hutan tanoh Gayo, saat itu keinginan bertemu dengan orang tua sudah tidak dapat ia tahan lagi. Iapun mengatakan semua keluhannya kepada atasannya agar ia mendapat izin untuk keluar dari hutan tersebut. Namun, atasannya sama sekali tidak mengabulkan permintaan Dawan. Dengan alasan ia tidak menjamin keselamatan dawan jika menemui orang tuanya. Dan orang tua dawan juga akan menjadi ancaman besar untuk dijadikan bahan pembicaraan didalam masyarakat, karena keluarga dawan bisa terancam keselamatannya.
Arhama Dawan Gayo pun mengurungkan niat untuk menemui keluarganya. Padahal jarak dengan tempat persembunyian hanya satu kilo saja dari kampung tersebut. ”Resiko berperang menahan semua keinginan dan harus bisa menyelamatkan diri dari kondisi apapun.”itulah konsep seorang GAM” tegas atasannya Fauzan Ajimis sebagai panglima GAM saat mengkomando bawahannya.

Pada tanggal 15 Agustus 2006 Dawan ikut serta dalam proses penandatanganan MoU antara pemerintah indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka Yang disaksikan oleh lembaga-lembaga masyarakat, dan tokoh- tokoh terpenting dari berbagi negara.
Setelah penandatanganan perdamaian itu selesai, dawanpun tak pernah patah semangat untuk memperjuangkan nama baik keluarga dan namanya di tengah-tengah masyarakat gayo khusunya di daerah yang ia tinggali.




” Saya tidak mengharapkan apa- apa, tapi saya sudah mendapatkan segalanya”. Tangkas laki- laki itu sambil membaca pesan masuk dari hand phonenya. ”Saya sudah menikmati perdamaian ini sudah bersyukur”katanya lagi dengan menatap kedua bola mataku. Suatu kegembiraan yang mungkin tak bisa dilupakan Saat dawan menjumpai keluarga dan bisa menatap wajah ayah ibunya kembali. Dengan mata yang berbinar-binar ia mengucapkan kata ma’af berulang kali kepada kedua ibu bapakknya. Dengan penuh rasa kesabaran dan ketabahan, Dawanpu mendapatkan kepercayaan dari beberapa teman dan sebahagian anggota masyarakat di daerah pondok sayur agar dawan bisa mencalonkan diri sebagai anggota DPRA di aceh. Namun usahanya belum mencapai target yang diinginkan untuk untuk menduduki kursi Dewan saat itu.

Hal itu tak menjadikan dawan patah semangat. Dengan kendaraan yang beroda empat yang telah dihadiahkan padanya. Ia akan tetap bekerja keras untuk mempersiapkan diri menjadi caleg yang proaktif untuk kedepannya. Karena ia masih memperdulikan rakyat aceh yang menjadi korban konflik.ujarnya

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar